AQIDAH TAUHID
Diajukan
untuk memenuhi tugas Latihan Kepemimpinan
Nama : Sari Dwi Agustini
Kelas : I A
AKADEMI
KEBIDANAN ‘AISYIYAH BANTEN
2012-2013
Jl.
Raya Cilegon Km. 8, Desa Pejaten Kec. Kramatwatu
Telepon
(0254) 233309, Fax. (0254) 233123, Serang – Banten
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Aqidah dan Tauhid. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Cilegon, 6 Oktober 2012
Sari Dwi Agustini
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………………......……………………….........ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………..1
A.
LATAR BELAKANG………………………………………………………………………....1
B.
TUJUAN PENULISAN……………………………………….......……………………..........1
BAB II TINJAUAN TEORITIS……………………………………………………………………...…….2
A. Definisi Aqidah Tauhid………………………………………………………....……………..2
B.
Kedudukan Akidah yang Benar.……………………………………………....……………3
C.
Sebab-Sebab Penyimpangan dari Akidah
yang Benar………………...……...…….........4
D. Pembagian Aqidah Tauhid………………………………………………………………….…5
E.
Hakekat n Inti Tauhid…………………………………………...…………………...…….......5
F. Keutamaan Tauhid……………………………………….………………………...…...........5
G. Perkembangan
Aqidah……………….……………………...…………………..……......6
BAB III PENUTUP…………………………………………………………......…………………….......................7
A.
KESIMPULAN………………………………………………………...……………………...7
B. SARAN………………………………………………………………...……………………...8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Aqidah berasal dari kata bahasa Arab yaitu “aqad”, yang artinya perjanjian, bisa
juga berarti ikatan. Sedangkan Tauhid merupakan istilah Islam
yang artinya ilmu yang menetapkan keyakinan-keyakinan yang diambil dari
dalil-dalil yang meyakinkan, yaitu menunggalkan Allah sebagai Rabb (Pencipta dan Pengatur),Malik (Penguasa) dan Ilah
yang disembah, ditaati dan dicintai serta membenarkan
ke-Wahdaniyat-an(keesaan)-Nya dalam Dzat, Sifat dan Af'al. Lawan kata dari
tauhid adalah syirik, yang artinya menyekutukan (menduakan, men-tigakan, dst) Allah sebagai Rabb,Malik dan Ilah atau menolak ke-Wahdaniyat-an-Nya
dalam Dzat, Sifat dan Af'al.
Aqidah tauhid merupakan dasar keyakinan seorang muslim
yang berfungsi sebagai syarat diterimanya ibadah kepada Allah SWT. Dalam Islam,
syarat diterimanya ibadah kepada Allah ada 3, yaitu:
1. Mabda (dasarnya) adalah aqidah tauhid
2. Manhaj (metodenya) adalah syariat Nabi Muhammad
3. Ghoyah (tujuannya) adalah mendapatkan ridlo 4jjl di dunia dan diakhirat
Aqidah tauhid sebagai syarat diterimanya ibadah berarti walaupun metode dan tujuannya benar tetapi tidak dilandasi aqidah tauhid maka ibadahnya sia-sia. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Karena aqidah tauhid merupakan keterikatan seorang manusia kepada Allah SWT yang lahir dari perjanjian yang kokoh dan kuat, tidak main-main dan diazamkan, yang menuntut untuk dipenuhi, dipelihara dan hanya ditujukan kepada Allah sajalah, maka sumber ilmu aqidah harus berasal dari Allah.
1. Mabda (dasarnya) adalah aqidah tauhid
2. Manhaj (metodenya) adalah syariat Nabi Muhammad
3. Ghoyah (tujuannya) adalah mendapatkan ridlo 4jjl di dunia dan diakhirat
Aqidah tauhid sebagai syarat diterimanya ibadah berarti walaupun metode dan tujuannya benar tetapi tidak dilandasi aqidah tauhid maka ibadahnya sia-sia. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Karena aqidah tauhid merupakan keterikatan seorang manusia kepada Allah SWT yang lahir dari perjanjian yang kokoh dan kuat, tidak main-main dan diazamkan, yang menuntut untuk dipenuhi, dipelihara dan hanya ditujukan kepada Allah sajalah, maka sumber ilmu aqidah harus berasal dari Allah.
B. Tujuan
penulisan
1.
Untuk memahami dan mempelajari pengertian Aqidah dan tauhid.
2.
Untuk memahami dan mempelajari kedudukan dan sebab-sebab penyimpangan Aqidah
3.
Untuk memahami dan mempelajari hakikat dan inti Aqidah Tauhid
4.
Untuk memahami dan mempelajari hakikat dan inti Aqidah Tauhid
1
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Definisi Aqidah dan Tauhid
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan),
dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan
menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada
keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]
Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat
pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman
kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari
Akhir, takdir baik dan buruk
dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta
seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah
yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta
ijma' Salaf
as-Shalih.[3]
"Dan barangsiapa yang
menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)
Aqidah tauhid merupakan dasar
keyakinan seorang muslim yang berfungsi sebagai syarat diterimanya ibadah
kepada Allah SWT. Dalam Islam, syarat diterimanya ibadah kepada Allah ada 3,
yaitu:
1. Mabda (dasarnya) adalah aqidah tauhid
2. Manhaj (metodenya) adalah syariat Nabi Muhammad
3. Ghoyah (tujuannya) adalah mendapatkan ridlo Allah di dunia dan diakhirat
1. Mabda (dasarnya) adalah aqidah tauhid
2. Manhaj (metodenya) adalah syariat Nabi Muhammad
3. Ghoyah (tujuannya) adalah mendapatkan ridlo Allah di dunia dan diakhirat
Aqidah tauhid sebagai syarat diterimanya ibadah berarti walaupun metode dan tujuannya benar tetapi tidak dilandasi aqidah tauhid maka ibadahnya sia-sia. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
2
Karena aqidah tauhid merupakan
keterikatan seorang manusia kepada Allah SWT yang lahir dari perjanjian
yang kokoh dan kuat, tidak main-main dan diazamkan, yang menuntut untuk
dipenuhi, dipelihara dan hanya ditujukan kepada Allah sajalah, maka sumber ilmu aqidah harus berasal dari Allah, yaitu Al Quran. Dari ayat-ayat Al Quran lah kita bisa
mengenal Allah dan apa konsekuensi seseorang yang beraqidah tauhid. Ilmu
aqidah tidak boleh berasal dari filsafat, karena filsafat merupakan hasil
pikiran (prasangka) manusia yang karena keterbatasan akal tidak akan mungkin
mencapai kebenaran.
"Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai
kebenaran. Sesungguhnya 4jj1 Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.Tidaklah
mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain 4jj1, akan tetapi (Al Quran itu)
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta
alam."(Q.S. 10:36-37)
B.
Kedudukan Akidah yang Benar
Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya
agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah
Ta’ala di dalam firman-Nya:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ
عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya
hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun
dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Ayat
yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri
dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan
akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama yang
diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka menyembah kepada Allah
saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya.
Hal
ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا
أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul
yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain
Allah)’” (QS.
An Nahl: 36)
3
C.
Sebab-Sebab Penyimpangan dari Akidah yang Benar
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah
sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang benar
maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan
pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka pun
mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh
diri. Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi akidah
yang benar akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme
(segala-galanya diukur dengan materi), sehingga apabila mereka diajak untuk
menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu agama mereka pun malas karena
menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan keuntungan materi
Oleh karena peranannya yang sangat penting ini
maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar.
Di antara penyebab itu adalah:
1.
Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini bisa
terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, tidak mau mengajarkannya, atau
karena begitu sedikitnya perhatian yang dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan
tumbuhnya sebuah generasi yang tidak memahami akidah yang benar dan tidak
mengerti perkara-perkara yang bertentangan dengannya, sehingga yang benar
dianggap batil dan yang batil pun dianggap benar. Hal ini sebagaimana pernah
disinggung oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jalinan
agama Islam itu akan terurai satu persatu, apabila di kalangan umat Islam
tumbuh sebuah generasi yang tidak mengerti hakikat jahiliyah.”
2.
Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah
maupun qur’aniyah. Ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan
materialistik yang digembar-gemborkan orang barat. Sampai-sampai masyarakat
mengira bahwa kemajuan itu diukur dengan sejauh mana kita bisa meniru gaya
hidup mereka. Mereka menyangka kecanggihan dan kekayaan materi adalah ukuran
kehebatan, sampai-sampai mereka terheran-heran atas kecerdasan mereka. Mereka
lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah yang telah menciptakan mereka dan
memudahkan berbagai perkara untuk mencapai kemajuan fisik semacam itu. Padahal
apa yang bisa dicapai oleh manusia itu tidaklah seberapa apabila dibandingkan
kebesaran alam semesta yang diciptakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang
artinya, “Allah lah yang menciptakan kamu dan perbuatanmu.” (QS.
Ash Shaffaat: 96)
3.
Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang
benar. Padahal peranan orang tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah
besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR.
Bukhari). Anak-anak telah besar di bawah asuhan televise, mereka meniru busana
artis idola, padahal busana sebagian mereka itu ketat, tipis dan menonjolkan
aurat yang harusnya ditutupi. Setelah itu mereka pun lalai dari membaca Al
Qur’an, merenungkan makna-maknanya dan malas menuntut ilmu agama.
4
D.
Pembagian
Aqidah
Walaupun masalah qadha'
dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah
membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka
itu senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut
mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka
masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut
pembagian ulama:
Pertama: Tauhid
Al-Uluhiyyah,
ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan
karenaNya semata.
Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah,
ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa
hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak
ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. dalam dzat, asma
maupun sifat.
E.
Hakekat dan Inti Tauhid
Hakekat dan inti tauhid
adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah SWT,
dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya SWT tanpa
sebab atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk, yang berguna
dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya berasal dariNya SWT.
Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu dan
tidak menyembah kepada yang lain.
F.
Keutamaan Tauhid
1. Firman
Allah SWT :
Artinya :
Orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk. (Al-An’aam: 82)
2. Dari
‘Ubadah bin ash-Shamit r.a, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Siapa yang bersaksi
bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT. Tiada sekutu
bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya.
5
Sesungguhnya Isa adalah
hamba dan Rasul-Nya, serta kalimah-Nya yang diberikan-Nya kepada Maryam dan Ruh
dari-Nya. Dan (siapa yang bersaksi dan meyakini bahwa) surga adalah benar,
neraka adalah benar, niscaya Allah SWT memasukkannya ke dalam surga berdasarkan
amal yang telah ada”. Muttafaqun ‘alaih.
3. Dari Anas
bin Malik r.a, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah SWT
berfirman, ‘Wahai keturunan Adam, selama kamu berdoa dan mengharap kepada-Ku,
niscaya Kuampuni semua dosa kalian dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun
dosanya). Wahai keturunan Adam, jika dosamu telah sama ke atas langit, kemudian
engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Kuampuni dan Aku tidak perduli
(sebanyak apapun dosamu). Wahai keturunan Adam, jika engkau datang kepadanya
dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau datang menemui-Ku dalam keadaan
tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku datang kepadamu dengan
ampunan sepenuhnya (bumi).” HR. at-Tirmidzi.
G.
Perkembangan
Aqidah
Pada masa Rasulullah
SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat
jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung
diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang
artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa
pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru
seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan
tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash.
Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani
(Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam
Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga
digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah
(jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus
Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang
berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi
abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah
yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj
(metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
6
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu
biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang
berarti mengikat dengan kuat. Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah
SWT adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah
(ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:
1. Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah
dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi
makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang
meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.
2. Tauhid Uluhiya
Allah dalam perbuatan-perbuatan
yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup
berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan,
dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. theis yang
berkeyakinan tidak adanya Rabb.
3. Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan
apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam
hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari,
mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.
“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam,
seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas
engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka
Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)
7
B. Saran
Setelah pembahasan
makalah ini, diharapkan kepada kita semua, dapat memahami Aqidah dan Tauhid,
sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat mengamalkannya dengan ibadah dan
pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengenal Allah SWT
sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan yang patut disembah, kita akan terhindar dari
perbuatan syirik.
Mudah-mudahan kita
termasuk orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari perbuatan syirik yang
mengantar kita ke neraka jahannam. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad
bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya,
(www.islamhouse.com, 2007)
Maktabah
Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-ayat
Al Quran,
(http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1,
2008)
Syaikh
Muhammad At-Tamimi, Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-islam.com,
Islamic Digital Library, 2001)
8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar