Selasa, 18 Januari 2011

" Jauhi Prasangka "

Alkisah, seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan, khususnya bagi mereka berdua.

Mempelai wanita nampak begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh pasangan yang serasi dan saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang “Tips bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut.

"Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia....."

Suaminya-pun akhirnya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikan mereka bersama sebagaimana kata buku tersebut.

Malam itu, mereka sepakat untuk berpisah kamar sementara dan saling mencatat apa saja kekurangan yang terlintas dalam benak mereka masing-masing.

Besok paginya ketika sarapan pagi tiba, mereka siap mendiskusikannya.

"Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman...

“Kekurangan kamu yang tidak aku sukai adalah…….., kamu kadang egois, kamu terkadang mau menang sendiri, kamu kurang memperhatikan aku……….aku juga tidak suka kamu lupa menutup odol di kamar mandi dan seterusnya….dan seterusnya”

Ketika ia mulai membacakan satu persatu “daftar” hal-hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir.....

"Maaf sayang, apakah aku harus berhenti ?" tanyanya.
"Oh tidak sayang, kamu lanjutkan saja..." jawab suaminya.

Kemudian sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar yang ia tulis dari semua kekurangan suaminya tersebut, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia, "Sekarang gantian ya, kamu yang membacakan daftarmu".

Dengan suara perlahan suaminya berkata "Istriku sayang, Aku tidak mencatat sesuatu pun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah demikiansempurna, dan aku tidak ingin mengubah keadaanmu saat ini. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku, tidak satupun dari pribadimu yang kudapati kurang...Aku justru berterima kasih kepada Allah swt setiap hari karena DIA memberikan wanita sempurna seperti dirimu…….Maafkan aku jika ternyata aku tidak ideal seperti yang kamu harapkan, maafkan aku jika banyak kekurangan dan aku kurang bisa membahagiakanmu "

Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati yang jujur suaminya. Bahwa suaminya ternyata sangat mencintainya dan menganggapnya sebagai wanita sempurna dan mau menerimanya apa adanya...

Ia pun menunduk dan menangis.....

Sahabatku Rahimakumullah,
Moral dari kisah di atas, dalam hidup ini, banyak sekali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya kita tidak perlu menghabiskan waktu berprasangka dengan memikirkan hal-hal negatif tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan.

Kadang mengapa kita harus menghabiskan waktu kita untuk berprasangka dengan memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita ? Saya percaya kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu menjauhi prasangka serta melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Seperti istri dalam cerita di atas, memang dalam kenyataannya berbagai prasangka terhadap orang lain sering kali bersemayam di hati kita. Sebagian besarnya, prasangka itu tidak dibangun di atas fakta atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi adalah asal tuduh kepada saudaranya.

Dalam Al-Qur`anil Karim, Allah swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)

Sahabatku,
Ketika kita memandang suatu persoalan, tanggalkan prasangka-prasangka. Prasangka itu bagaikan sepatu yang nyaman dipakai namun tidak dapat digunakan untuk berjalan. Ia memberi jawaban sebelum kita mengetahui pertanyaannya. Dan, seburuk-buruknya jawaban adalah bila kita tak paham akan masalahnya.

Biarkanlah fakta yang tampak di hadapan kita terima apa adanya. Jangan biarkan prasangka menyeret kita ke ujung jalan yang lain. Mungkin kita merasa aman dengan prasangka anda, namun sebenarnya ia berbahaya di waktu yang panjang. Bila kita telah mampu melepaskan prasangka, kita akan menemukan pandangan yang lebih jernih, keberanian untuk mengatasi masalah dan jalan yang lebih benar.

Bila kita mengenakan kacamata, maka yang melihat tetaplah mata kita. Bukan kacamata kita. Dan keadaan yang sebenarnya terjadi adalah apa yang berada dibalik kacamata. Bukan yang terpantul pada cermin kacamata kita. Demikian pula halnya dengan diri kita, yang sesungguhnya yang melihat adalah diri hati kita melalui mata kita.
Prasangka itu adalah debu-debu pikiran yang mengaburkan pandangan hati kita sehingga kita tak mampu melihat dengan baik. Usaplah prasangka sebagaimana kita menyingkirkan debu dari kacamata karena keinginan kita untuk melihat jelas dan jernih lagi

Ah, andai saja sang istri tidak berprasangka negatif terhadap suaminya, pastilah ia tidak akan membuat suami tercintanya menangis.

Semoga kita semua dijauhkan dari sifat prasangka agar kita terhindar dari dosa. Amiin.

Tidak ada komentar: