Otonomi daerah di Indonesia
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.
Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi
tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya
masing-masing.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah
Pelaksanaan
otonomi daerah merupakan titik fokus yang tidak sama sekali penting dalam
rangka memperbaiki kesejahteraan para artis. Pengembangan suatu daerah dapat
disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah
masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah
untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak
daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan
kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas
berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan
tidak melanggar ketentuan hukum yaitu ya perundang undangaan.[1]
Otonomi daerah di Indonesia adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan
dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia, yaitu:
Nilai Unitaris,
yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan
pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"),
yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik
Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
Nilai dasar Desentralisasi Teritorial,
dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang
ketatanegaraan. [1]
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di
atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)[2]dengan
beberapa dasar pertimbangan[3]:
Dimensi Politik,
Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan
separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
Dimensi Administratif,
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat
lebih efektif;
Dati II adalah daerah "ujung
tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu
kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang
dianut adalah:
Nyata,
otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah;
Bertanggung jawab,
pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di
seluruh pelosok tanah air; dan
Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Ketentuan
Umum Otonomi Daerah
KUTIPAN
PENJELASAN UMUM
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
1. Dasar Pemikiran
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
1. Dasar Pemikiran
Negara
Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Karena itu, Pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945, antara lain, menyatakan bahwa pembagian Daerah
Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam penjelasan pasal
tersebut, antara lain, dikemukakan bahwa "oleh karena Negara Indone- sia itu
suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai Daerah dalam
lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam
Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil.
Di daerah- daerah yang bersifat otonom (streek en locale rechtgemeenschappen)
atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan
dengan Undang-Undang". Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan
Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu di daerah pun, pemerintahan akan
bersendi atas dasar permusyawarakatan.
Dengan
demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk
menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR-RI
Nomor XVIMPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Undang-undang
ini disebut "Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah" karena
undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas demokratisasi.
Sesuai
dengan Ketetapan MPR-RI Nomor XV/ MPR/1998 tersebut di atas, penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Hal-hal
yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran-serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh
karena itu, undang-undang ini menempatkan Otonomi Daerah secara utuh pada
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah Tingkat
II. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom
mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
Propinsi
Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam undang-undang
ini dijadikan Daerah Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan
sekaligus Wilayah Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat
yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintah
atasan dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonom
Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai hubungan
hierarki.
Pemberian
kedudukan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan sekaligus sebagai Wilayah
Administrasi dilakukan dengan pertimbangan :
i. untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
ii.untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
iii.untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
i. untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
ii.untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
iii.untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
Dengan
memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang
menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada
otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dalam undang-undang
ini pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang
lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, dan evaluasi. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah
keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang
tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan secara tumbuh, hidup, dan berkembang
di Daerah. Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa
perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan
kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat
dan Daerah serta antar-Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Otonomi untuk Daerah Propinsi diberikan secara terbatas
yang meliputi kewenangan lintas Kabupaten dan Kota, dan kewenangan yang tidak
atau belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan
bidang pemerintahan tertentu lainnya.
Atas dasar
pemikiran di atas, prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan
pedoman dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
i. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
ii.Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
iii.Pelaksanaan Otonomi Daerah yang tuas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
iv.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah.
v.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi Wilayah Administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
vi.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
vii.Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
viii.Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban me(aporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
i. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
ii.Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
iii.Pelaksanaan Otonomi Daerah yang tuas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
iv.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah.
v.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi Wilayah Administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
vi.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
vii.Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
viii.Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban me(aporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Pembagian
Daerah
Isi dan jiwa
yang terkandung dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945 beserta penjelasannya
menjadi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini dengan pokok-pokok pikiran
sebagai berikut:
Sistem
ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah Daerah
Propinsi, sedangkan Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat;
Pembagian
Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah Otonom. Dengan
demikian, Wilayah Administrasi yang berada dalam Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus;
Kecamatan
yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah Administrasi
dalam kerangka dekonsentrasi, menurut undang-undang ini kedudukannya diubah
menjadi perangkat Daerah Kabupaten atau Daerah Kota.
Pembentukan
dan Susunan Daerah
Kewenangan
Daerah
1.
Kewenangan Daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan
bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
3. Kewenangan
Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan
tersebut.
4. Kewenangan
Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka ekonsentrasi
harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan
tersebut.
5. Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
6. Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum
dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
7. Kewenangan
Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil
Pemerintah.
8. Daerah
berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan
bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi:
Eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut;
Pengaturan
kepentingan administratif;
Pengaturan
tata ruang;
Penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
Bantuan
penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
9. Kewenangan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari
batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut mengenai batas laut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Kewenangan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain
kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
11. Kewenangan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mencakup kewenangan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan
tenaga kerja.
12. Pemerintah
dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas
pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan.
Bentuk
dan Susunan Pemerintah Daerah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan
Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan undang-undang.
Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta
hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Dasar
utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya
urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor
kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas
yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan
kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian
dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh
karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah
tidak senantiasa sama atau seragam.
Perangkat
daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah
kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan
faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Sekretariat
daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan
kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan
dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh
Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a. menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan DPRD;
b. menyelenggarakan
administrasi keuangan DPRD;
c. mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan
d. menyediakan
dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas
daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga
teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan,
kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit
umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris
Daerah.
Kecamatan
dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan
Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
Pada
Undang-undang nomer 34 tahun 1999, BAB V BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN, dari
Pasal 14 – Pasal 28, ada pun isi pasal 14 :
1. Di
Provinsi DKI Jakarta dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Badan
Legislatif Daerah dan
Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif
Daerah.
2. Pemerintah
Provinsi DIG Jakarta terdiri atas Gubemur dan perangkat Daerah.
3. Di
Kotamadya dibentuk Pemerintah Kotamadya dan Dewan Kota.
4. Di
Kabupaten Administrasi dibentuk Pemerintah Kabupaten Administrasi dan Dewan
Kabupaten.
5. Di
Kecamatan dibentuk Pemerintah Kecamatan.
6. Di
Kelurahan dibentuk Pemerintah Kelurahan dan Dewan Kelurahan
Keuangan Daerah
Penyelenggaraan
fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber
penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang
mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara
Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Daerah
diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa :
kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah
yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi
daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional
yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola
kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta
sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada
dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi
Di
dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang
pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan
negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/wali kota
selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Ketentuan
tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa
Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya,
kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah
kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan
pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan
Daerah.
Sumber
pendapatan daerah terdiri atas:pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi:
(a) hasil pajak daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d) lain-lain PAD yang sah;
dana
perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi Umum; dan
(c). Dana Alokasi Khusus; dan
lain-lain
pendapatan daerah yang sah.
Pemerintah
daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang
luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah pusat setelah memperoleh
pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan
modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Pemerintah
daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan
kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman
pada peraturan perundangundangan.
Anggaran
pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung
mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan
rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda
provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan
Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat
3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan
rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan
oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur
untuk dievaluasi.
Semua
penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan
melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pembinaan
dan Pengawasan
Pembinaan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Pembinaan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah dan atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Koordinasi pembinaan dilaksanakan
secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.
Pembinaan
tersebut meliputi
koordinasi
pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
pemberian
pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
pendidikan
dan pelatihan; dan
perencanaan,
penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan
pemerintahan.
Pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
Pengawasan
atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
Pengawasan
terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Pemerintah
memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sanksi
diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh
penyelenggara pemerintahan daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat
berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat,
penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik peraturan
daerah, keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah
serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh
Gubernur. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa
dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar